Rabu, 15 Juni 2016

Makna dan Fungsi Puasa


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin yang dibawa oleh Rasulullah SAW dengan berbagai rintangan yang dihadapai beliau selama penyebarannya. Islam telah mengajarkan cara hidup seseorang yang sederhana tidak berlebih – lebihan, ini serupa dengan yang Rasulullah SAW contohkan dalam kehidupan sehari-hari beliau yaitu dengan zuhud . Cara hidup beliau baik bertutur kata, berpenampilan dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jauh dari kata berlebihan kecuali untuk bersedekah. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti makan sangat beliau tekankan untuk tidak tidak menghardik makanan yang tidak enak ataupun membuang makanan. Bicara masalah makan, di zaman modern sekarang ini banyak sekali kaum hawa pada khususnya dan manusia pada umumnya melakukan perawatan kesehatan tubuh dengan diet makan (mengurangi jatah atau intensitas makan) untuk kesehatan dan kecantikan. Banyak sekali kaum hawa yang salah dalam menjaga kesehatan ataupun menjaga kecantikan tubuh, diantaranya mereka rela melakukan cara diet yang tidak alami sehingga menimbulkan efek samping berbahaya. Efek samping- efek samping yang muncul bukan untuk kesehatan atau kecantikan justru akan sebaliknya.
Kalau kita mengkaji lagi bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin itu adalah benar, karena Islam sudah mempunyai cara yang sangat mudah, murah dan aman bahkan dalam pelaksanaanya akan mendapat pahala. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia telah diberikan pilihan untuk mengikuti perintah-Nya atau mengingkarinya. Cara yang mudah, murah dan mendapat pahala itu adalah puasa.
Berbicara tentang puasa banyak sekali dari mereka yang bahkan tidak tahu puasa yang baik dan benar itu seperti apa dan manfaat ataupun fungsinya. Untuk itu makalah ini disusun dengan tujuan dapat memberikan jawaban dan sumbang asih terhadap pernyataan – pernyataan tersebut.


B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan puasa ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan makna puasa ?
3.      Apakah yang dimaksud dengan fungsi puasa ?
4.      Apakah puasa adalah perintah Allah ?
5.      Apakah manfaat melaksanakan puasa ?
6.      Apa saja yang termasuk dalam larangan dalam berpuasa ?

C.    Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan puasa
2.      Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan makna puasa
3.      Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan fungsi puasa
4.      Menjelaskan kandungan hadits tentang perintah puasa
5.      Menjelaskan kandungan hadits tentang manfaat puasa
6.      Menjelaskan kandungan hadits tentang larangan dalam berpuasa




BAB II
PEMBAHASAN
A.    MAKNA DAN FUNGSI PUASA
1.      Pengertian, Makna dan Fungsi Puasa
Rukun Islam adalah salah satu cara atau tanda apabila seseorang melaksanakan salah satu diantaranya ia merupakan seorang Muslim atau Muslimah. Pelaksanaan rukun Islam salah satunya yang sehubungan dengan latar belakang masalah makalah ini adalah tentang puasa.
Puasa menurut bahasa berarti “menahan diri”, sedang menurut syara’ yaitu menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa sehari penuh dengan cara yang telah ditentukan[1]. Menahan diri yang dimaksud pada pengertian secara bahasa adalah menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya[2]. Sedangkan sehari penuh disini adalah menahan segala sesuatu mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Sebagaimana firman Allah:
 وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ -١٨٧-
Artinya:
“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar”. (Q.S Al-Baqarah:187)[3].

Sabda Rasulullah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَقَاَل سَمِعْتُ النَّبِّى صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَقُوْلُ: اِذَااَقْبَلُ اللَّيْلُ وَاَدْبَرَالنَّهَارُوَغَابَتِ الشَّمْسُ فَقَدْاَفْطَرَالصَّائِمُ. رواه البخارو مسلم
Artinya:
Dari Ibnu umar: Ia berkata, saya telah mendengar Nabi besar Saw. bersabda : “Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa.
     Dalam pelaksanaannya puasa dibadi menjadi 4 macam hukum yaitu
·         Puasa wajib (puasa Ramadan)
·         Puasa sunah
·         Puasa makruh
·         Puasa haram (puasa di hari raya, hari raya haji, dan tiga hari sesudah hari raya haji)[4]
Salah satu yang akan dibahas pada makalah ini adalah tentang puasa wajib, yaitu puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadan. Puasa secara keseluruhan adalah suatu perintah Allah pada umatnya yang terdapat pada rukun Islam yang diwajibkan untuk dilaksanakan yaitu puasa Ramadan khususnya.
     Puasa Ramadan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun 2 H. Di antara keutamaan bualan Ramadan yaitu bulan pertama kali al-Qur’an diturunkan. Dalam sebuah hadits disebutkan. “Bulan Ramadan adalah tuan bulan-bulan yang lain”. Jadi bulan Ramadan adalah bulan yang paling utama[5].
     Melaksanakan puasa, kita sebagai umat Islam telah melaksanakan perintah Allah sebagai bentuk ketaqwaan kita pada-Nya. Puasa sendiri sangat banyak sekali keuntungannya selain untuk menjaga kesehatan (jasmani/materil), puasa juga menghindarkan kita dari keburukan yang sifatnya  rohani (non-materil), diantara fungsi puasa yang tidak Nampak (non-materil) yaitu dapat mengekang/ mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:
عَنِ عَبْدِاللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: كُنَّا مَعَ النَّبِى صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ, فَقَالَ: مَنِ اسْتَطاَعَ الْبَاءَةَفَلْيَتَزَوَّجِ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ وِجَاءٌ.
Artinya:
“Dari Abdullah ra. ia berkata: Kami pernah bersama Nabi Saw. beliau bersabda: “Barang siapa telah merasa sanggup (mampu) untuk melakuakan berumah tangga (kawin), maka hendaklah ia kawin. Sesungguhnya kawin itu lebih melindungi (menjaga) penglihatan (dari kemaksiatan) dan dapat memelihara kehormatan. Dan siapa yang belum sanggup (mampu) untuk melakukan kawin, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi (mengekang) hawa nafsu”[6].
Dari hadits diantas dapat disimpulkan bahwa selain berfungsi sebagai menjaga kesehatan tubuh, ternyata puasa juga menjaga kualitas keimanan kita terhadap Allah diantaranya adalah menahan atau mengekang hawa nafsu yang akan menjerumuskan manusia yang tidak dapat mengendalikannya. Maka, Nabi Saw. menyeru pada umatnya untuk melaksanakan puasa sebagai bentuk ketaatan terhadap Allah Swt.

2.      Puasa adalah Perintah dan Untuk Allah
Allah Swt. menciptakan semua makhluk adalah untuk menyembah pada-Nya. Malaikat selalu taat dan patuh kepada Allah lain halnya manusia yang selalu naik-turun kadar keimananya. Hal tersebut ditandai dengan hal yang lebih konkret semisal tentang pelaksanana ibadah atau syari’at.
Puasa dilaksanakan dan diwajibkan pada umat Islam sesudah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah. Hukumnya Adalah fardu’ain atas tiap-tiap mukallaf (balig dan berakal)[7]. Sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ -١٨٣-
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q.S. Al- Baqarah: 183)[8].
Sabda Nabi:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَأِنِ امْرُؤٌقَاتَلَهُ أَوْشَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ اِنىِّ صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ. وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَاللهِ مِنْ دِيْحِ الْمِسْكِ. يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتُهُ مِنْ أَجْلىِ، الصِّيَامُ لِى وَأَناَأَجْزِى ىبِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِأَمْثَالِهَا.
Artinya:
“Puasa itu perisai, maka janganlah seseorang berkata keji atau berbuat jahil. Kalau ada orang yang memeusuhinya atau mencaci – makinya, maka hendaklah dikatannya: Saya puasa, saya puasa! Demi Dzat yang  jiwaku berada ditangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi. Dia meninggalkan makannya, minumnya dan hawa nafsunya karena aku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan mengganjarnya. Satu kebaikan diganjar dengan sepuluh kali lipat[9].
     Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa puasa merupakan tameng atau perisai terhadap sesuatu yang mungkar dan keji. Maka sesungguhnya puasa itu merupakan ibadah yang dipersembahkan untuk Allah dan barang siapa yang mengerjakannya maka akan diberi ganjaran bahkan sepuluh kali lipat dari setiap kebaikan yang dilakukan.

3.      Larangan (yang membatalkan) Puasa
      Dalam melaksakan puasa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh yang melaksnakannya (umat Muslim). Segala sesuatu yang dapat membuat pahala berkurang walaupun tidak terdapat unsure kesengajaan. Beberapa hal yang harus dihindari bahkan di jauhi saat berpuasa:
·         Makan dan minum dengan sengaja
·         Muntah dengan sengaja
·         Haid dan Nifas: Wanita yang haid dan nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib mengqadha sebanyak hari yang ditinggalkan waktu haid dan nifas
·         Jima’ pada siang hari atau pada waktu fajar shadiq telah Nampak
·         Gila walaupun sebentar
·         Mabuk atau pingsan sepanjang hari
·         Murtad[10].

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia telah diberikan akal dan nafsu sebagai fitrahnya. Tujuan manusia dan makhluk Allah yang lain diciptakan adalah dengan tujuan untuk beribadah pada-Nya. Perintah – perintahnya adalah pelaksannaan 5 rukun Islam sebagai penegak agama salah satunya adalah pelaksanaan puasa. Puasa secara bahasa berrti menahan sedangkan menurut istilah atau syara’ adalah menahan makan dan minum mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan hal-hal yang sudah ditentukan. Puasa sendiri selain baik untuk kesehatan ternyata mempinyai fungsi dan manfaat yang sangat baik bagi yang melaksakannya diantaranya mampu sebagai tameng atau perisai yang berguna sebagai pengekang liarnya hawa nafsu manusia yang mengarah pada kemungkaran dan kekejian. Untuk itu Allah akan mengganjar makhluknya yang melaksanakannya dengan tidak melanggar hal-hal yang dilarang dalam berpuasa.

     



[1]  Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi,I 1 (Jakarta: Almahira, 2018),hlm.481.
[2]  Sualaiman Rasjid, Fiqih Islam cet. 58 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012),hlm.220.
[3]  Q.S Al-Baqarah:187
[4]  Rasjid, Fiqh.hlm.220.
[5]  Zuhaili, Fiqioh.hlm.481
[6]  Maftu Ahnan Asy, Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari (Surabaya: Terbit Terang,              2003).hlm95-96
[7]  Rasjid, Fiqih.hlm.221
[8]  Q.S. Al – Baqarah:183
[9]  Idrus H. Alkaf, Ihtisar Hadits Shahih Bukhari (Surabaya: CV. Karya Utama).hlm.133.
[10]  Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: CV. Toha Putra, 1978).hlm.329-330

0 komentar:

Posting Komentar