PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Islam merupakan agama rahmatan
lil ‘alamin yang dibawa oleh Rasulullah SAW dengan berbagai rintangan yang
dihadapai beliau selama penyebarannya. Islam telah mengajarkan cara hidup
seseorang yang sederhana tidak berlebih – lebihan, ini serupa dengan yang
Rasulullah SAW contohkan dalam kehidupan sehari-hari beliau yaitu dengan zuhud
. Cara hidup beliau baik bertutur kata, berpenampilan dan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari jauh dari kata berlebihan kecuali untuk bersedekah.
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti makan sangat beliau tekankan untuk
tidak tidak menghardik makanan yang tidak enak ataupun membuang makanan. Bicara
masalah makan, di zaman modern sekarang ini banyak sekali kaum hawa pada
khususnya dan manusia pada umumnya melakukan perawatan kesehatan tubuh dengan
diet makan (mengurangi jatah atau intensitas makan) untuk kesehatan dan
kecantikan. Banyak sekali kaum hawa yang salah dalam menjaga kesehatan ataupun
menjaga kecantikan tubuh, diantaranya mereka rela melakukan cara diet yang
tidak alami sehingga menimbulkan efek samping berbahaya. Efek samping- efek
samping yang muncul bukan untuk kesehatan atau kecantikan justru akan
sebaliknya.
Kalau kita mengkaji
lagi bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin itu adalah benar,
karena Islam sudah mempunyai cara yang sangat mudah, murah dan aman bahkan
dalam pelaksanaanya akan mendapat pahala. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah,
manusia telah diberikan pilihan untuk mengikuti perintah-Nya atau
mengingkarinya. Cara yang mudah, murah dan mendapat pahala itu adalah puasa.
Berbicara tentang puasa
banyak sekali dari mereka yang bahkan tidak tahu puasa yang baik dan benar itu
seperti apa dan manfaat ataupun fungsinya. Untuk itu makalah ini disusun dengan
tujuan dapat memberikan jawaban dan sumbang asih terhadap pernyataan –
pernyataan tersebut.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan puasa ?
2.
Apakah yang dimaksud dengan makna puasa ?
3.
Apakah yang dimaksud dengan fungsi puasa ?
4.
Apakah puasa adalah perintah Allah ?
5.
Apakah
manfaat melaksanakan puasa ?
6.
Apa
saja yang termasuk dalam larangan dalam berpuasa ?
C.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di
atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Menjelaskan
apakah yang dimaksud dengan puasa
2.
Menjelaskan
apakah yang dimaksud dengan makna puasa
3.
Menjelaskan
apakah yang dimaksud dengan fungsi puasa
4.
Menjelaskan
kandungan
hadits tentang perintah puasa
5.
Menjelaskan
kandungan
hadits tentang manfaat puasa
6.
Menjelaskan
kandungan
hadits tentang larangan dalam berpuasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MAKNA DAN FUNGSI PUASA
1.
Pengertian, Makna dan Fungsi Puasa
Rukun Islam adalah salah
satu cara atau tanda apabila seseorang melaksanakan salah satu diantaranya ia
merupakan seorang Muslim atau Muslimah. Pelaksanaan rukun Islam salah satunya
yang sehubungan dengan latar belakang masalah makalah ini adalah tentang puasa.
Puasa menurut bahasa berarti “menahan diri”, sedang
menurut syara’ yaitu menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa
sehari penuh dengan cara yang telah ditentukan[1].
Menahan diri yang dimaksud pada pengertian secara bahasa adalah menahan makan,
minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya[2].
Sedangkan sehari penuh disini adalah menahan segala sesuatu mulai terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari. Sebagaimana firman Allah:
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ -١٨٧-
Artinya:
“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan)
antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar”. (Q.S Al-Baqarah:187)[3].
Sabda Rasulullah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَقَاَل
سَمِعْتُ النَّبِّى صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَقُوْلُ: اِذَااَقْبَلُ اللَّيْلُ
وَاَدْبَرَالنَّهَارُوَغَابَتِ الشَّمْسُ فَقَدْاَفْطَرَالصَّائِمُ. رواه البخارو
مسلم
Artinya:
Dari Ibnu umar: Ia berkata, saya telah mendengar Nabi besar Saw.
bersabda : “Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam,
maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa.
Dalam pelaksanaannya
puasa dibadi menjadi 4 macam hukum yaitu
·
Puasa
wajib (puasa Ramadan)
·
Puasa
sunah
·
Puasa
makruh
·
Puasa
haram (puasa di hari raya, hari raya haji, dan tiga hari sesudah hari raya
haji)[4]
Salah satu yang akan dibahas pada makalah ini adalah tentang puasa
wajib, yaitu puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadan. Puasa secara keseluruhan
adalah suatu perintah Allah pada umatnya yang terdapat pada rukun Islam yang
diwajibkan untuk dilaksanakan yaitu puasa Ramadan khususnya.
Puasa Ramadan diwajibkan
pada bulan Sya’ban tahun 2 H. Di antara keutamaan bualan Ramadan yaitu bulan
pertama kali al-Qur’an diturunkan. Dalam sebuah hadits disebutkan. “Bulan
Ramadan adalah tuan bulan-bulan yang lain”. Jadi bulan Ramadan adalah bulan
yang paling utama[5].
Melaksanakan puasa, kita sebagai
umat Islam telah melaksanakan perintah Allah sebagai bentuk ketaqwaan kita
pada-Nya. Puasa sendiri sangat banyak sekali keuntungannya selain untuk menjaga
kesehatan (jasmani/materil), puasa juga menghindarkan kita dari keburukan yang
sifatnya rohani (non-materil), diantara
fungsi puasa yang tidak Nampak (non-materil) yaitu dapat mengekang/
mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:
عَنِ عَبْدِاللهِ رَضِىَ
اللهُ عَنْهُ قاَلَ: كُنَّا مَعَ النَّبِى صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ, فَقَالَ:
مَنِ اسْتَطاَعَ الْبَاءَةَفَلْيَتَزَوَّجِ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ وِجَاءٌ.
Artinya:
“Dari Abdullah ra. ia berkata: Kami pernah bersama Nabi Saw. beliau
bersabda: “Barang siapa telah merasa sanggup (mampu) untuk melakuakan berumah
tangga (kawin), maka hendaklah ia kawin. Sesungguhnya kawin itu lebih
melindungi (menjaga) penglihatan (dari kemaksiatan) dan dapat memelihara
kehormatan. Dan siapa yang belum sanggup (mampu) untuk melakukan kawin, maka
hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi (mengekang) hawa
nafsu”[6].
Dari hadits diantas dapat disimpulkan bahwa selain berfungsi sebagai
menjaga kesehatan tubuh, ternyata puasa juga menjaga kualitas keimanan kita
terhadap Allah diantaranya adalah menahan atau mengekang hawa nafsu yang akan
menjerumuskan manusia yang tidak dapat mengendalikannya. Maka, Nabi Saw.
menyeru pada umatnya untuk melaksanakan puasa sebagai bentuk ketaatan terhadap
Allah Swt.
2.
Puasa adalah Perintah dan Untuk Allah
Allah Swt.
menciptakan semua makhluk adalah untuk menyembah pada-Nya. Malaikat selalu taat
dan patuh kepada Allah lain halnya manusia yang selalu naik-turun kadar
keimananya. Hal tersebut ditandai dengan hal yang lebih konkret semisal tentang
pelaksanana ibadah atau syari’at.
Puasa dilaksanakan
dan diwajibkan pada umat Islam sesudah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah.
Hukumnya Adalah fardu’ain atas tiap-tiap mukallaf (balig dan
berakal)[7].
Sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ -١٨٣-
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q.S. Al-
Baqarah: 183)[8].
Sabda Nabi:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ
يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَأِنِ امْرُؤٌقَاتَلَهُ أَوْشَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ اِنىِّ
صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ. وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ
عِنْدَاللهِ مِنْ دِيْحِ الْمِسْكِ. يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتُهُ
مِنْ أَجْلىِ، الصِّيَامُ لِى وَأَناَأَجْزِى ىبِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِأَمْثَالِهَا.
Artinya:
“Puasa itu perisai, maka janganlah seseorang berkata keji atau
berbuat jahil. Kalau ada orang yang memeusuhinya atau mencaci – makinya, maka
hendaklah dikatannya: Saya puasa, saya puasa! Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, bau mulut orang
yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi. Dia
meninggalkan makannya, minumnya dan hawa nafsunya karena aku. Puasa itu
untuk-Ku dan Aku akan mengganjarnya. Satu kebaikan diganjar dengan sepuluh kali
lipat[9].
Dalam hadits di atas
dijelaskan bahwa puasa merupakan tameng atau perisai terhadap sesuatu yang
mungkar dan keji. Maka sesungguhnya puasa itu merupakan ibadah yang
dipersembahkan untuk Allah dan barang siapa yang mengerjakannya maka akan
diberi ganjaran bahkan sepuluh kali lipat dari setiap kebaikan yang dilakukan.
3.
Larangan (yang membatalkan) Puasa
Dalam
melaksakan puasa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh yang melaksnakannya
(umat Muslim). Segala sesuatu yang dapat membuat pahala berkurang walaupun
tidak terdapat unsure kesengajaan. Beberapa hal yang harus dihindari bahkan di
jauhi saat berpuasa:
·
Makan
dan minum dengan sengaja
·
Muntah
dengan sengaja
·
Haid
dan Nifas: Wanita yang haid dan nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib
mengqadha sebanyak hari yang ditinggalkan waktu haid dan nifas
·
Jima’
pada siang hari atau pada waktu fajar shadiq telah Nampak
·
Gila
walaupun sebentar
·
Mabuk
atau pingsan sepanjang hari
·
Murtad[10].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia telah diberikan akal dan
nafsu sebagai fitrahnya. Tujuan manusia dan makhluk Allah yang lain diciptakan
adalah dengan tujuan untuk beribadah pada-Nya. Perintah – perintahnya adalah
pelaksannaan 5 rukun Islam sebagai penegak agama salah satunya adalah
pelaksanaan puasa. Puasa secara bahasa berrti menahan sedangkan menurut istilah
atau syara’ adalah menahan makan dan minum mulai terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari dengan hal-hal yang sudah ditentukan. Puasa sendiri selain
baik untuk kesehatan ternyata mempinyai fungsi dan manfaat yang sangat baik
bagi yang melaksakannya diantaranya mampu sebagai tameng atau perisai yang
berguna sebagai pengekang liarnya hawa nafsu manusia yang mengarah pada
kemungkaran dan kekejian. Untuk itu Allah akan mengganjar makhluknya yang
melaksanakannya dengan tidak melanggar hal-hal yang dilarang dalam berpuasa.
[1] Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi,I 1 (Jakarta: Almahira,
2018),hlm.481.
[2] Sualaiman Rasjid, Fiqih Islam cet. 58 (Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 2012),hlm.220.
[3] Q.S Al-Baqarah:187
[4] Rasjid, Fiqh.hlm.220.
[5] Zuhaili, Fiqioh.hlm.481
[6] Maftu Ahnan Asy, Kumpulan Hadits Terpilih
Shahih Bukhari (Surabaya: Terbit Terang, 2003).hlm95-96
[7] Rasjid, Fiqih.hlm.221
[8] Q.S. Al – Baqarah:183
[9] Idrus H. Alkaf, Ihtisar Hadits Shahih
Bukhari (Surabaya: CV. Karya Utama).hlm.133.
[10] Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang:
CV. Toha Putra, 1978).hlm.329-330
0 komentar:
Posting Komentar